TRIMATRANEWS.COM | Padang, (SUMBAR)) - ISMAIL NOVENDRA adalah seorang anak laki-laki yang lahir di Solok dari keluarga TNI AD pasangan M. Muchtar dan Anizar pada 21 November 1977. Lelaki yang lahir bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 1397 H termasuk satu dari ratusan wartawan Sumatera Barat. Setelah tamat di SMA Negeri 7 Padang tahun 1996, dia melanjutkan pendidikan ke Lembaga Pendidikan Perhotelan Nusatama di Padang.
Nasib berkata lain, ternyata pendidikan yang ditempuh tidak mengantarkannya untuk berkecimpung lama didunia perhotelan. Walaupun sempat bekerja dibeberapa hotel dan restoran, akhirnya dia menjadi pengangguran. Bertemu dengan Drs. H. Dian Wijaya (Pemimpin Umum Koran Mingguan Padang Pos) dia ditawarkan untuk menjadi office boy dan penjaga kantor.
Didunia jurnalis, dia memulai karir dari bawah yakni sebagai office boy pada Desember 1999. Sebagai seorang office boy, dia berkeinginan untuk menjadi seorang wartawan. Ternyata untuk menjadi seorang wartawan tidaklah mudah di Koran Padang Pos. Dia harus menjadi loper (pengantar koran) terlebih dahulu dan berkecimpung dibeberapa bagian pada perusahaan Koran Padang Pos.
Jabatan Kepala Pemasaran dan Iklan, Kepala Penagihan sempat dipegangnya di Koran Padang Pos. Kendati memegang jabatan diperusahaan, dia tetap belajar dan menggeluti dunia wartawan dengan menjadi wartawan olahraga dan ekonomi tahun 2000. Ir. Basril Basyar, MM dan Fadril Azis Isnaini INFAI menjadi sosok yang menimbulkan semangatnya untuk menjadi wartawan.
Ditambah dukungan dan ilmu dari beberapa wartawan senior seperti Jumadi, Aspon Dedi, Edwardi, Gusnaldi Saman, Yeyen Kiram, Trikora Irianto dan lain lain membuat dia juga menekuni keredaksian.
Pada 2001-2003 Fadril Azis Isnaini INFAI mengajaknya bergabung dengan Koran Harian Semangat Demokrasi sebagai Kepala Bagian Pemasaran dan Iklan yang juga merangkap sebagai wartawan olahraga dan ekonomi. Setelah Harian Semangat Demokrasi tidak terbit lagi, dia bergabung di Tabloid Publik (2003-2004) sebagai Kabag Pemasaran dan Wartawan.
Redpel di Mingguan Garda Minang (2004-2005), Redpel di Tabloid Media Mandiri, Wakil Pemimpin Redaksi di Mingguan Sumatera Eksekutif (2005-2006). Redpel di Koran Mingguan Media Sumbar (2006-2007), Redaktur Pelaksana Koran Mingguan BIN ( 2007-2008).
Pemimpin Redaksi di Koran Mingguan Jejak News (2008-2009), Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi di Koran Mingguan Jejak News Reformasi (2009-2011), Koordinator Wilayah Sumbar Majalah Kepresidenan Jurnal Wicaksana Jakarta (2016-2018), Pemimpin Redaksi Koran Mingguan Jejak News (2011-sekarang), Pemimpin Redaksi portal berita jejak77.com ( 2019-sekarang).
Sebagai seorang jurnalis, dia dikenal tajam dan tak pandang bulu dalam memberitakan kontrol sosial. Baginya semboyan “Tegakkan Keadilan Walau Langit Akan Runtuh” menjadi pegangan untuk memberitakan masalah kontrol sosial. Tak ada kata Takut dan Cemas untuk melakukan investigasi terkait kontrol sosial.
Berbagai rintangan dan hambatan telah dilaluinya dalam mengungkap kasus-kasus korupsi. Bahkan media yang saat ini dipimpinnya yakni Koran Jejak News dan portal berita jejak77.com menjadi media yang ditakuti dan dibenci para pelaku korupsi baik dari kalangan penguasa maupun pengusaha.
Sebagai seorang jurnalis, dia lebih fokus kepada permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh sebab itu, diapun saat ini menimba ilmu di bidang hukum dan tercatat sebagai mahasiswa di STIH Dharma Andhiga Bogor.
Berbagai rintangan dan tantangan telah dilaluinya guna mengungkap dugaan KKN diinstansi pemerintahan, Polri dan TNI. Mulai dari ancaman pembunuhan, intimidasi dan kriminalisasi telah dilaluinya.
Bahkan ditahun 2017, dia harus berhadapan dengan hukum karena memberitakan proyek pipa di PDAM Kabupaten Pesisir Selatan yang dimenangkan oleh PT. Bone Mitra Abadi yang direktur operasionalnya adalah paman dari Kapolda Sumbar yang saat itu dijabat Irjen Pol. Fakhrizal. Dia dilaporkan dengan tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik oleh Afrizal Djunet yang katanya adalah Paman Irjen Pol Fakhrizal yang saat itu sebagai Kapolda Sumbar.
Kriminalisasi yang dialami tak membuat dia menyerah. Walaupun Dewan Pers telah menyatakan bahwa pemberitaan yang dibuatnya telah sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik serta merupakan produk jurnalistik, hakim tetap memvonisnya bersalah.
Vonis penjara satu tahun yang diputus Hakim di Pengadilan Negeri Padang terkait laporan itu tak membuat dia menyerah. Bandingpun dilakukannya ke Pengadilan Tinggi dan hasilnya hakim menurunkan vonis penjara menjadi 9 bulan. Tak menyerah sampai disana, kasasi pun diajukannya ke Mahkamah Agung. Tapi sayangnya, kasasi yang diajukan ditolak hakim di MA pada September 2019.
Dikriminalisasi dengan berbagai cara, dia tetap lakukan kontrol sosial terhadap kinerja Irjen Pol Fakhrizal selaku Kapolda Sumbar saat itu. Berbagai ketimpangan dan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Fakhrizal terus diberitakannya.
Bahkan pengaduan pun dilayangkannya kepada Kapolri serta Komisi 3 DPR RI. Alhasil, Irjen Pol Fakhrizal pun dicopot dari jabatannya selaku Kapolda oleh Kapolri pada 6 Desember 2019.
Akibat kasasinya ditolak, dia mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Sayangnya, disaat proses PK-nya baru mulai berjalan, tim eksekutor dari Pengadilan Negeri melakukan penangkapan paksa pada 29 April 2021 diruang sidang saat dia menjalani sidang pertama Peninjauan Kembali.
Hukuman penjarapun dijalaninya separuh dari vonis kasasinya yakni 4,5 bulan di Lapas Padang. Sebab dia mendapatkan pengurangan hukuman asimilasi Covid-19.
Tak putus asa, hingga kini dia masih menuntut keadilan atas kriminalisasi yang dialaminya dan menunggu hasil Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung. Sembari menunggu hasil PK nya keluar, dia tetap berusaha untuk memperoleh kemenangan di PK.
Sebab baginya apabila menang di PK, maka seluruh oknum yang tersangkut dalam kasusnya dulu mulai dari Pelapor, Saksi-saksi, Para Penyidik di Polda Sumbar, Kapolda Sumbar waktu itu dijabat Irjen Pol Fakhrizal, Jaksa, Oknum di Kejati Sumbar, Hakim, Panitera sampai Petugas Eksekusi akan dituntut sesuai hukum yang berlaku di NKRI.
Pasca menjalani hukuman, bukannya membuat dia menjadi ciut nyali untuk mengungkap dugaan KKN, saat ini Koran Jejak News dan portal berita jejak77.com semakin rutin untuk memberitakan kontrol sosial. Kalimat “Semakin di Terjang Badai, Semakin Kuat” adalah menjadi mottonya saat ini.
Diorganisasi Persatuan Wartawan Indonesia, dia awalnya sudah bergabung sebagai calon anggota sejak 2000. Tapi karena tidak pernah mengurus perpanjangan kartu, akhirnya dia tidak tercatat lagi sebagai anggota PWI. Baru pada tahun 2018 dia kembali mendaftarkan diri sebagai calon anggota PWI dan pada 2021 tercatat sebagai anggota PWI pemegang kartu nomor 04.00.20066.21B.
Pemegang kartu UKW Wartawan Utama 12747-PWI/WU/DP/I/2018/21/11/77 ini lebih dikenal dengan panggilan ISMAIL RAJA TEGA. Lelaki yang tak kenal menyerah ini sekarang sedang menyiapkan buku dengan judul PENA, TAHTA DAN PENJARA.
Buku tersebut menceritakan apa yang dialaminya saat menghadapi Penguasa dan Pengusaha yang menurutnya Dzalim. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar